Sabtu, 01 Oktober 2011

makalah SOL


BAB I
TERMINOLOGI
A.      Kasus
Seorang wanita, 55 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri kepala yang terus menerus dan kadang-kadang bersifat hebat di pagi hari. Kurang lebih 1 tahun yang lalu klien pernah jatuh, kepala terbentur. Menurut keluarganya, klien sering muntah secara tiba-tiba sehingga tidak nafsu makan dan  Klien  juga sering mengeluh penglihatan kedua matanya menurun dan makin lama makin buram penglihatannya.
Dari hasil pengkajian, klien mengalami penurunan kesadaran dan terlihat merintih kesakitan memegangi kepalanya,serta anoreksia. Dari hasil pemeriksaan, klien mengalami papiledema dan sesak napas, TD : 180/110 mmHg, nadi 56 x/mnt, Rr : 28 x/mnt, suhu 37 0C. Pemeriksaan  CT scan kepala : space occupying lesion (SOL)  intracranial akibat tumor fossa posterior. Klien terpasang O2 3 l/mnt.


BAB II
KONSEP DASAR

A.    MEDIS
1.      Pengertian
SOL (lesi desak ruang) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. ( Long, C 1996 ; 130 )
Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial.
Tekanan intracranial adalah tekanan dalam ruang tengkorak. Dimana ruang tengkorak terdiri atas (2-10%), cairan serebrospinal (9-11%) dan jaringan otak (s.d 88%).(tarwoto, 2007 : 51)
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu peningkatan diatas normal dari tekanan cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Normalnya tekanan intracranial adalah 80-180 mm air atau 0-15 mmHg. ( Wahyu Widagdo, 2008 ; 74 )

2.      Etiologi
Penyebab peningkatan tekanan intracranial yaitu :
1.      Space occupying lesions yang meningkatkan volume jaringan :
a.       Konstusio serebri
Konstusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan; denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok.
            Umumnya, invidu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik abnormal, gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien dapat mengalami pemulihan kesadaran komplet dan mungkin melewati tahap rangsang serebral. (Smeltzer, 2001 ; 2212)
b.      Hematoma  
Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK. (Smeltzer, 2001 ; 2212)
c.       Infark
Sebuah infark serebral adalah iskemik jenis stroke karena gangguan di pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak. Sebuah infark otak terjadi bila pembuluh darah yang memasok bagian dari otak tersumbat atau kebocoran terjadi di luar dinding pembuluh. Ini kehilangan hasil suplai darah dalam kematian yang area dari jaringan.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Cerebral_infarction)
d.      Abses
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intracranial atau pembedahan.; melalui penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media,, sepsis gigi); atau melalui penyebaran infeksi melalui penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif); dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak merupakan komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak maka perlu dilakukan pengobatan yang tepat pada otitis media, mastoiditis,sinusitis,infeksi gigi dan infeksi sistemik. (Smeltzer, 2001 ; 2177)
e.       Tumor Intrakranial
Tumor intracranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. Klien tumor intracranial datang dengan berbagai gejala yang membingungkan oleh karena itu penegakkan diagnosis menjadi sukar. Tumor intracranial dapat terjadi pada semua umur, tidak jarang menyerang anank-anak dibawah usia 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa pada usia 50-an dan 60-an. (Muttaqin,Arif.2008;474)
2.      Masalah serebral :
a.       Peningkatan produksi cairan serebrospinal
b.      Bendungan system ventricular
c.       Menurun absorbsi cairan serebrospinal
3.      Edema serebral :
a.       Penggunaan zat kontras yang merubah homestatis otak
b.      Hidrasi yang berlebihan dengan menggunakan  larutan hipertonik
c.       Pengaruh trauma kepala
Sedangkan faktor-faktor  yang dapat meningkatkan tekanan intracranial adalah :
·         Hiperkapnia dan hipoksemia
·         Obat-obatan vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah ke otak (misalnya nicotinic acid, histamine dan nylidrin hydrochloride)
·         Valsava manuver (mengedan pada saat buang air besar dan turun dari tempat tidur).
·         Posisi tubuh seperti kepala lebih rendah, tengkurap, fleksi ekstrim panggul dan fleksi leher.
·         Kontraksi otot isometric, gerakan kaki mrndorong papan kaki atau mendorong tempat tidur dengan satu tangan.
·         Rapid eye movement (REM) sleep yang terjadi dengan mimpi.
·         Keadaan yang merangsang emosional klien (meras sedih dengan penyakitnya, ketidakberdayaan).
·         Rangsangan berbahaya, misalnya tertekuknya selang kateter, nyeri saat tindakan medis.
( Wahyu Widagdo, 2008 ; 77 )

3.      Patofisiologi
Peningkatan tekanan Intrakranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan intervensi pembedahan.
Isi dari tengkorak kepala,  atau isi cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup, tidak bisa berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat berkembang, tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space occupying lesion (SOL) menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peninngkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/minggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere dari otak akan dipengaruhi, tetapi pada akhirnya kedua hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang cranial pada pertama kali dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan PH. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan menyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi ke bawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan temperature tubuh. ( Wahyu Widagdo, 2008 ; 76 )

4.      Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis peningkatan tekanan intarakranial banyak dan bervariasi dan dapat tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling sensitive dari semua tanda peningkatan tekanan intracranial. Trias klasik adalah nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah.; papilaedema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; dan muntah seringkali proyektil. Adanya tekanan nadi yang lebar, dan berkurangnya denyut nadi dan pernapasan menandakan dekompensasi otak dan kematian yang mengancam. Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial lainnya antara lain hipertermia, perubahan motorik dan sensorik, perubahan berbicara, dan kejang. (Price, 1995 :1012)
Trias klasik peningkatan tekanan intracranial :
·      Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.
     (http://perfecttonarcissmo.blogspot.com/2010/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-space.html)
·      Nausea atau muntah
Muntah yang memancar (projectile voiting) bias menyertai peningkatan tekanan intrakarnial.
 Tanda-tanda muntah, frekuensi dan karakteristiknya menyertai gejal klinis lainnya. ( Long, C 1996 ; 134 )
·      Papil edema
Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic atau discus optic.
 Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus optic.
 Karena meninges memberi refleks kepada seputar bola mata, memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan cerebrospinal.
 Karena discus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang rusak tidak dapat mendeteksi sinar.
 Ketajaman penglihatan berkurang karena titik buta membesar. ( Long, C 1996 ; 134 )
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar